Anakku, kita memang berada disatu atap nak, di atap yang sama saat dulu
engkau bermanja dengan ibumu ini. Tapi kini dimanakah rumahmu nak?ibu
tak lagi melihat jiwamu di rumah ini .Sepanjang hari ibu tunggu
kehadiranmu dirumah, dengan penuh doa agar Allah senantiasa menjagamu
.Larut malam engkau kembali dengan wajah kusut. Mungkin tawamu telah
habis hari ini, tapi ibu berharap engkau sudi mengukir senyum untuk ibu
yang begitu merindukanmu. Ah, lagi-lagi ibu terpaksa harus
mengerti, bahwa engkau begitu lelah dengan segala aktivitasmu hingga tak
mampu lagi tersenyum untuk ibu. Atau jangankan untuk tersenyum,sekedar
untuk mengalihkan pandangan pada ibumu saja engkau engkau, katamu engkau
sedang sibuk mengejar deadline. Padahal,andai kau tahu nak, ibu ingin
sekali mendengar segala kegiatanmu hari ini,memastikan engkau baik-baik
saja, memberi sedikit nasehat yang ibu yakin engkau pasti lebih tahu.Ibu
memang bukan aktivis sekaliber engkau nak, tapi bukankah aku ini ibumu? Yang 9 bulan waktumu engkau habiskan didalam rahimku.
Anakku,
ibu mendengar engkau sedang begitu sibuk nak. Nampaknya engkau begitu
mengkhawatirkan nasib organisasimu, engkau mengatur segala strategi untuk
mengkader anggotamu . Engkau nampak amat peduli dengan semua itu, ibu
bangga padamu. Namun, sebagian hati ibu mulai bertanya nak, kapan terakhir
engkau menanyakan kabar ibumu ini nak? Apakah engkau mengkhawatirkan
ibu seperti engkau mengkhawatirkan keberhasilan acaramu ? kapan terakhir
engkau menanyakan keadaan adik-adikmu nak? Apakah adik-adikmu ini
tidak lebih penting dari anggota organisasimu nak?
Anakku, ibu
sungguh sedih mendengar ucapanmu. Saat engkau merasa sangat tidak
produktif ketika harus menghabiskan waktu dengan keluargamu. Memang
nak, menghabiskan waktu dengan keluargamu tak akan menyelesaikan tumpukan
tugas yang harus kau buat, tak juga menyelesaikan berbagai amanah yang
harus kau lakukan. Tapi bukankah keluargamu ini adalah tugasmu juga
nak?bukankah keluargamu ini adalah amanahmu yang juga harus kau jaga
nak?
Anakku,ibu mencoba membuka buku agendamu. Buku agenda sang
aktivis.Jadwalmu begitu padat nak, ada rapat disana sini,ada jadwal
mengkaji, ada jadwal bertemu dengan tokoh-tokoh penting. Ibu membuka
lembar demi lembarnya, disana ada sekumpulan agendamu, ada sekumpulan
mimpi dan harapanmu. Ibu membuka lagi lembar demi lembarnya,masih saja
ibu berharap bahwa nama ibu ada disana. Ternyata memang tak ada nak, tak
ada agenda untuk bersama ibumu yang renta ini. Tak ada cita-cita untuk
ibumu ini. Padahal nak, andai engkau tahu sejak kau ada dirahim ibu tak
ada cita dan agenda yang lebih penting untuk ibu selain cita dan agenda
untukmu, putra kecilku.
Kalau boleh ibu meminjam bahasa
mereka, mereka bilang engkau seorang organisatoris yang profesional. Boleh
ibu bertanya nak, dimana profesionalitasmu untuk ibu? Dimana
profesionalitasmu untuk keluarga? Dimana engkau letakkan keluargamu
dalam skala prioritas yang kau buat?
Ah, waktumu terlalu mahal nak. Sampai-sampai ibu tak lagi mampu untuk membeli waktumu agar engkau bisa bersama ibu.
Jangan lupa untuk meninggalkan jejak di kolom komentar kami.
EmoticonEmoticon